Dreamer!

Wednesday 26 February 2014

Kumatikan Rasaku, Sebabmu!

Hanya ingin menjadi penopangmu, kala letih kuasai langkahmu
Hanya ingin merawatmu, kala lelah itu menyakitimu
Hanya ingin berarti bagimu, lalu :
Bolehkahku berikan separuh jiwaku untuk melengkapi harimu?
*
Ah… Sudahlah
Lagi-lagi pertanyaan bodoh
Menyeruak tanpa lelah
Oleh hampa hatiku yang gundah
*
Hatiku memang pernah berharap, akan kenyataan manis. .amun semuanya semu. semuanya hanya nafsu bodoh uang berbalik seratus delapan puluh derajat, ketika kaummu pergi dari hadapanku. Saat itu, bagaikan tengah diterjang badai Katarina, aku terombang-ambing tanpa mau mengenal sekelilingku. Kubiarkan waktu berlalu, dan Gotcha, aku memang mampu melupakan mereka. Mudah memang, dan aku bahagia saat melepaskan jeratan itu. Dan aku? Perlahan mulai melupakan kaummu, hingga tiba saatnya mengenalmu.Awalnya memang mampu kutahan. Sempat terpikir bahwa aku harus membuang rasaku lagi. Semua telah kucoba, namun nihil hasilnya.. Sebab melupakanmu, adalah suatu yang tak mudah, menyakiti hatiku sendiri.Sebab rasa ini, semuanya buyar. Entah apa yang merasuki jiwaku, ketika kehilanganmu, membuatku lupa akan diriku sendiri, seolah melupakan cita-citaku.
Aku membencimu!!!
Kau dengar?
Aku membencimu!!!
*
Benar, aku membencimu. Membenci tiap hangatmu padaku. Membenci mengapa begitu bodohnya aku, menyerahkan hatiku padamu. Ya… walau kau tak tahu, hatiku telah kutitipkan padamu. Padamu yang tanpa resah dan tak pernah mengetahui akan rasaku padamu, hingga seenaknya, pertahananku goyah, sebab hatiku terlanjur mendambamu.
Oleh lemahku, kuterima kucuran hangatmu, saat itu. Dan pada-Nya, kumohonkan jutaan pintaku, agar Dia menjagamu selalu. Aku menyerah, mungkin kekalahan menginjakku. Namun tak meengapa, daripada harus kutanggung rasa malu oleh emansipasi yang kebablasan.
Baik,, sudah cukup…Aku menyerah, telah kucukupkan hatiku padamu, walau sakitnya kurasakan kembali. Aku lelah, Ya… aku menyerah. Tanpa mau berharap lagi pada siapapun kaummu. Sebab sakitnya telah kurasakan berulang kali, hingga tak ada yang mampu melemahkan egoku yang kutanam, kekal pada angkuhnya diriku. Aku kembali pada sikapku sebelum mengenalmu.
Kau tahu… Kubuka semuanya demi membiarkanmu masuk. Namun, kaupun tak kunjung menjemputku. Dan kini, telah kupagari hatiku lagi sekuat-kuatnya, agar dendamku terbalaskan pada kaummu yang memiliki asa padaku. Kembali, rapat kukunci. Lalu, Kau kasihan padaku? Tak perlu. Ketika pergi, kau bebas melenggang tanpa dosa, bukan? Jika kau ingin melihatku bahagia, yang mampu membukanya adalah kau.
***
Skeptisku selalu menggelegak, ketika ada saja kaummu yang menginginkan hatiku. Awalnya memang kubuat mereka menikmati waktunya bersamaku. Lalu, secara perlahan, kubuat mereka berhenti, apapun caranya agar mereka tak menggangguku lagi, hingga satu persatu dari mereka memutuskan untuk pergi.Aku menang saat itu. Menang dan tetap pada diriku yang telah mati rasa akan kaummu. Namun, aku tak mampu memenangkan hatiku sebabmu. Sebab pesonamu.
Pesonamu yang bahkan membuat sikap skeptisku hilang seketika, melebur bersama asaku terhadapmu. Saat itu memang kubiarkan saja, tak berharap dirimu mengetahui. Namun, semakin lama rasa ini semakin menggerogoti batinku. Aku lelah tersiksa. Hingga kuberpikir, “mungkin ada baiknya jika aku menyerah saja.” Sebab, kau hanyalah Aurora. Juga Fatamorgana, bagi dahaga dan rinduku akan kaummu.
*

Kau hanyalah angan semu
sulit menjelma seru
Sebab kau membatu
Tanpa mau tahu akanku
*

Pernahkah kau tahu tentang rasaku?
Tidak!
Pernahkah kau berpikir tentang kaumku?
Mungkin pernah, namun tak sekarang
*
Atau, benarkah kau sudah mati rasa? Lalu menghambakan diri pada diri dan hampamu sendiri. Ah… Mungkin kau lupa, egoismu membuatmu buta. Kau terlalu mencintai dirimu sendiri, hingga mampu lupakan kodratmu. Sadarkah kau akan laku mutlakmu?
Kau adalah egoisnya lelaki. Pintar mengubah realita, seolah nasibmu berada di tanganmu. Kau, menakdirkan dirimu untukmu sendiri. Tanpa biarkan seseorang menemani dan mengisi kosongnya jiwamu.
*
Jika dengan jancukpun tak sanggup aku menemui, lalu dengan airmata mana lagi dapat kuketuk pintu hati hatimu? - Djiwo J#ncuk : Sudjiwo Tedjo.
Perkataan si mbahpun rasanya sia-sia bila harus kuucapkan padamu. Aku menyerah sebab diammu, maka akupun akan kembali mengubur asaku padamu, juga pada kaummu.
Aku lelah. Terlalu jengah pada geliat realita rasa yang hanya mampu melemahkanku.
Baiknya, Aku menyerah saja. Sebab lidah dan jemariku telah terkunci, tak mampu lagi kubertanya, pantaskah aku untukmu?

Walaupun demikian, do’aku masih dan akan selalu untukmu.

Sumber: Auda Zasckya

Rasaku saat kehilanganmu






Aku terpaku duduk terdiam
memandang sosok yang tergulai
kulihat sorot wajah yang lelah
guratan wajah yang penuh derita
aku tak bergeming....

Untuk sesaat kusentuh jemari tanganmu
dingin.....
Lidahku terasa kelu
meski ada seonggok rasa yang ingin kuungkap
bergejolak keras merobek dadaku

Ibu....
seketika kuayunkan tanganku keras
menampar seonggok daging di pipimu
mencari tanggapan yang tak ku raih
mengharapkan balasan paling parah sekalipun
Aku berdiri
menjauh......terus melangkah
Ini tak mungkin terjadi!!!!!

Aku belum siap.......
kupejamkan mata meraih ketegaran
mencoba untuk mencapai kebesaran hati
menerima.........

Tanpa kata....
aku berlari memeluk tubuh kakumu
berharap kau kembali

kuciumi wajah keriputmu
berharap kau sadar akan kasihku
berharap kau untuk kembali

Ku serukan namamu
mengandalkan kekuatan di sela asa dan harapan
berharap kau mau menyahutku
berharap kau untuk kembali
 
Ibu.....
aku belum tuntas
aku belum sanggup
aku belum sempurna
aku butuh dirimu
 
Ibu...
kembalilah ajar aku....
ajar aku untuk menjadi sekuntum bunga
yang indah dan semerbak
yang akan menghiasi taman suga
seperti dirimu untuk selamanya......
 
 
 
RIP 080713; 19.45
 

Friday 7 February 2014

Ketika gue lagi galau

Apa yang harus aku lakukan? Salahkah semua kejadian ini? Inikah yang ditakdirkan untukku? Inikah sesuatu yang buat aku bahagia? Inikah jawaban dari setiap doa dalam sujud yang aku ucapkan kepadaNya?

Doa yang selalu aku ucapkan, "Jika memang dia jodoh yang Kau turunkan untukku, untuk menemaniku dikala kesedihan sekaligus tawaku, begitu juga takkan menyakiti perasaanku..., jangan jauhkan kami, yaAllah. Tapi, kalau memang kedatangan dia merusak semua mimpi, merusak semua angan yang ku punya sekaligus hanya untuk menyakiti hatiku, lebih baik jauhkan sekarang juga! Kumohon," Apakah itu semua maksud dari doa yang ku ucapkan? Doa yang diutarakan sudah sebulan yang lalu. jadi, apakah ini yang di sebut dengan jodoh? Ahhhh! Aku bingung.

YaAllah, Mohon dengan sangat kepadaMu, jangan buat hati ini sakit lagi. Jangan buat aku sedih kembali. Jangan buat aku menangisi hal seperti ini lagi. Aku mohon! Mohon dengan sangat kepadaMu. Kalau memang dia jodohku, oke biarkan ia menetap di hati ini, tapi jika memang ini hanya sebuah kebetulan, aku mohon dengan sangat dari lubuk hati, biarlah dia pergi. Jauh. Jauh. Jauh dan menghilang. Lemparkan semua perasaan ini ke alam bebas! Sebelum semuanya berkembang menjadi lebih jauh. Dan jangan sampai menyentuh hati yang masih membekas perih ini.

Aku memang merasakan banyak yang berbeda dari dirinya. banyak sekali. segala perhatian yang ia buat itu tidak main-main dengan maksud bukan hanya modus belaka. Dia serius. Dia lelaki dewasa yang semenjak dahulu aku idam-idamkan. kedewasaan itu yang buat aku luluh lantah dibuatnya.

Aku tak ingin berrharap lebih jauh. Aku hanya berusaha untuk membenarkan perasaan sejak dahulu yang belum sempat utuh. Membenarkan setiap kepingan puzzle yang "kamu" buat. Ya, mungkin dengan perasaan yang baru ini yang dapat menggantikannya dan perlahan kenangan tentang "kamu" hilang dimakan oleh kuatnya perasaan yang baru ini. Ya, mungkin.

Ah! Tapi apakah perasaan ini akan bertahan lama? Seperti perasaan aku ke "kamu" dulu? Apakah bisa hingga 3 tahun lamanya aku memendam itu semua? Ya, kita lihat saja nanti. Semoga Tuhan mempertemukan kita yaaaa....