Dreamer!

Saturday 16 February 2013

Cinta itu bukan untuk aku



Ruang Aula sudah sesak dipenuhi oleh banyak siswa-siswi. Ya! Dimulai dari ruangan ini aku mempunyai sekolah baru. Aku sedang masa orientasi siwa,yang biasanya disingkat dengan MOS. Diawal sekolah baruku ini aku hanya sendiri. Karena memang sama sekali aku tak mempunyai teman dari sekolah asal ku.
Dan bodohnya lagi, aku sangat susah untuk akrab dengan orang yang baru ku kenal. Lantas? Aku harus apa? Menanyakan soal tentang apa yang harus dibawa pada MOS hari selanjutnya saja gelagapan. Tapi, untungnya, ada satu cewek yang tiba-tiba sok kenal dan sok dekat gitu deh.. dia memperkenalkan diri, sebut saja namanya Lubna.
Kupikir, disekolah yang baru ini, aku benar-benar memang tidak bakal mempunyai teman. Tapi, Alhamdulillah.. Tuhan masih adil kan?
Kami selalu bersama sepanjang MOS tersebut. Sampai kami dipisahkan oleh kelas yang berbeda. “Lubna Putri Salsabila, kamu dikelas sepuluh satu ya,” Kata kakak kelas yang diakui bernama Satria tersebut. Haruskah aku berpisah? Tuhan, kenapa secepat itu kau memisahkan seorang teman yang baru saja akrab ini?
“Claudy Syifatunisa, kamu dikelas sepuluh tiga.” Aku sedikit terkejut. Ku kira, aku dan Lubna akan terpisah hanya beda satu kelas. Tapi? Ternyata beda dua kelas. Sama artinya, kelas kita pasti berjauhan.
Setelah, pembagian kelas tersebut. Tugas terakhir di MOS ini adalah bersih-bersih daerah sekolah. Ada yang membersihkan kelas, ada yang memunguti sampah-sampah yang tergeletak dihamparan hijaunya rumput dekat lapangan. Ada yang mengabil juga sampah yang terlihat dekat aula. Dan sampai ada yang bersih-bersih ruangan-ruangan lainnya.
Untung saja, Aku dan Lubna kebagian sama. Kami kebagian membersihkan derah taman dekat lapangan tersebut. “Dy, walaupun kita tak sekelas. Tapi bersih-bersih ini kita akhirnya bareng juga ya.” Lubna tiba-tiba memecahkan keheningan saat aku dan dia sama-sama sudah habis bahan pembicaraan.
“Eh, iya, Na. Tapi kita tetap temanan kan? Ya.. walaupun dipisahkan kelas seperti itu. “ Aku berbicara sedikit lesuh. Ya, mungkin karena baru hanya dia yang ingin berteman denganku.
Aku. Yap! Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang wanita yang tak mempunyai paras cantik nan anggun. Aku wanita kurus kering seperti tak pernah diisi gizi. Walaupun tinggi badanku sudah mencangkup wanita yang ideal. Tapi, aku bersyukur kepada sang Pencipta. Pasti, ada sesuatu dibalik badanku yang seperti ini
Ya, walaupun aku jelek. Tapi aku perempuan yang cerdas. Hobi ku yang sering baca buku ternyata membawakan sebuah hasil yang memuaskan untuk diriku. Apalagi dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Biologi. Alhamdulillah, ulangan pelajaran itu aku selalu mendapat 100.
Hobiku ini tertular dari Ayah yang sering membacakan ataupun menceritakan tentang apa saja hal yang menarik. Ngomong-ngomong menarik, aku sangat suka sekali dengan hal yang seperti itu. Terlebih jika tentang artikel-artikel.
Selain parasku yang tak cantik ini. Aku juga bukan sosok orang yang berada. Ayah hanya seorang penjual tas. Dan Ibu hanya menganggur, mengurusi keluarga dirumah. Apalagi, adik sedang sakit. Entah penyakit apa yang diserangnya. Tapi kata Ibu, duit yang ia punya tak mencukupi untuk membayar pengobatan Adikku.
Adikku bernama Damar. Dia masih sekolah SD. Tapi, setelah ia mempunyai penyakit ini, ia sudah tak sekolah karena tubuhnya yang tak kuat apabila sinar matahari merasuki badannya itu. Aku jadi bingung sendiri… Tapi, pernah aku membaca buku. Manusia akan kuat jika terkena matahari. Tapi kok Damar? Entahlah, namanya juga penyakit.
“Hey! Kalau jalan liat-liat dong. Jangan sambil bercanda seperti itu.” Aku terkejut setelah mendengar perkataan seperti itu. Aku menoleh kearah suara yang mengangetkan  barusan. Oh. Ternyata dia. Ya! Dia kakak kelas yang sejak tadi diceritakan oleh Lubna. “Maaf, kak.” dengan sopan aku meminta maaf kepadanya. Dia agak sedikit terpesona. Ya! Tersepona. Tapi bukan dengan ku. Melainkan dengan Lubna. Wah, jangan jangan….
“Hey, kak! Sudah dimaafin kan? Kami duluan ya, kak!” Aku langsung menyeret Lubna untuk menjauh dari kakak itu. Kalau sudah seperti ini. Pasti ada sesuatu diantara dia dan kakak-kakak itu. “Fa, biasa aja dong nariknya. Gak bisa ngeliat orang seneng apa!” Dia memprotesi aku karena aku tadi menariknya dan menjauh dari kakak yang tak sengaja tertabrak dengan kami itu.


Kami sudah setahun berteman. Tidak ada pertengkaran diantara kami. Dan kalian tahu? Setiap kami bertemu dengan kakak yang disukai oleh Lubna pasti dia langsung menjerit fanatik.Ya. Lubna sangat suka sekali dengan kak Rendi. Seorang cowok yang pernah tertabrak oleh kami sewaktu dahulu dan memberikan pandangan pertama pada sosok Lubna.
                Semakin hari aku juga lelah sih kalau terus-terusan mendengar cerita dari Lubna itu. Bayangkan setiap pagi, setiap kami nunggu angkutan umum jika kami ingin berangkat sekolah, dia hanya menceritakan tentang kak Rendi. Siapakah yang tidak bosan?
                Akhirnya, jika dia sedang ingin hanya membicarakan tentang Kak Rendi lagi, aku langsung memotongnya dengan pembicaraan lain. Entah itu menanyakan PR atau tugas lainnya. Biar tau rasa gimana rasanya di gituin!
                Sampai suatu saat dia merasa kalau cerita yang ia lambungkan ke udara tersebut diacuhkan oleh ku. “Fa, lo kenapa sih? Setiap gue cerita gak pernah dengerin gue lagi?” Tanyanya. Akhirnya dia merasa juga. Kenapa bukan dari dahulu merasanya? Dasar orang yang tak pekaan! “Hah? Emang ya? Maaf deh, lagi lo cerita ka Rendi terus sih. Gue kan juga bosen..” Frontal ku. Maaf deh, Na. Bukan itu yang aku maksud. Hanya ingin memberitahumu kalau dunia tak sesempit cerita kamu dengan Kak Rendi.
                Dia hanya diam. Tak menjawab pembicaraan ku lagi. Sampai kami sampai disekolah. Dan waktu kami ingin pisah kelas aku jadi tak enak sudah berbicara se-Frontal seperti tadi. “Maafin gue ya, Na. Gak seharusnya gue ngomong gitu tadi,” Kataku gugup. Aku gugup, mungkin karena sudah menyakitkan hati sahabatku ini.
                “Gak apa-apa kok. Gue yang salah. Sudah ya, nanti istirahat bareng..”Ucapnya sembari tersenyum. Tapi, itu bukan senyum yang pernah ia lengkungkan jika sedang senang. Melainkan itu senyum terpaksa. Benarkah ia sakit hati sudah dengan ucapan ku tadi? Pastilah!


“Fa, gue jadian sama Agung! Coba lo bayangin, tiba-tiba dia nembak gue semalem. Waktu kita lagi jalan,” Tiba-tiba datang kerumah ku tanpa mengucapkan salam. Tanpa mengetuk pintu. Tanpa melihat adakah orang dirumahku. Ya seperti biasa. Dia yang selalu rutin menghampiri rumahku sebelum kami berangkat sekolah. Mentang-mentang dirumah Ayah sama Ibu sedang kerumah sakit. Uh! “Whaaa.. selamat ya. PJ dong..” Aku meminta traktir darinya. Selamat deh, Na. mungkin cerita tentang Kak Rendi akan punah. Oh god! Memang cerita Ka Rendi bakalan punah. Tapi pasti cerita tentang Agung akan mengudara dimulut kamu. Huuuuuh!
                Untungnya, perkiraan ku salah. Dia jarang menceritakan tentang Agung. Ya. Walau masih cerita sedikit demi sedikit, yang jelas tidak seperti menceritakan tentang Kak Rendi.
                “Fa, kenal sama yang namanya Dwiqi?” tanyanya. Dwiqi? Oh. Dia teman semasa kecil ku. Dan sekarang kami satu sekolah yang sama. Tetap, walaupun dia beda kelas dengan ku. “Kenal. Kenapa emang?” aku bertanya kembali.
                “Dia ganggu gue mulu tuh. SMS-in gue mulu lagi. Norak banget caranya.” Hahaha. Aku hanya tertawa mendengar opininya tersebut. Dwiqi? Cowok kecil tapi manis. Memang sewaktu SD dia terkenal dengan kepintarannya. Tapi, aku dengar-dengar akhir-akhir nilainya selalu turun. Entah karena pengaruh apa? Akupun tidak tahu.  “Mana sini gue minta nomornya?” entah dari setan mana, aku meminta nomornya pada Lubna. Mungkin sekedar ingin mengerjai balik.
                Malamnya, aku mengirimkan sebuah SMS kosong kepadanya. Lalu dia menjawab. “Siapa nih?” Akhirnya aku terus menjawab dan menjawab dan menjawab. Ternyata ketahuan siapa aku. Dan kami menjadi sahabat hingga sekarang.
                Dan sampai suatu saat, dia bilang kalau dia suka dengan Lubna. Aku sudah tahu dari awal. Pasti alasan dia mengodai Lubna pada jam-jam yang sedang dilalui bersama dengan Agung karena dia ingin mereka putus terlebih dahulu. Lalu Dwiqi menyatakan perasaannya. “Yaudah, tembak lah.” Ucapku asal saat dia menelepon ku malam-malam. Waktu itu sudah pukul 1 pagi. Waktu yang sangat larut bukan? Aku bisa tidur selarut itu karena Dwiqi. Entah jadi kebiasaan atau memang keasyikan berbicara lewat telepon dengannya.
                Hari demi hari ku lewati, bulan bertemu bulan ku jalani, dan sudah 1 tahun aku bersamanya. Aku jadi terlarut dengan perasaan ini. Aku terlarut saat dia perhatian denganku. Aku terlarut saat dia tersenyum manis kepadaku. Ya. Aku suka dengannya. Tapi, aku tak pernah menceritakan semua tentang ini kepada Lubna. Untuk apa? Dia sudah sibuk dengan Agung sang kekasih. Mungkin bisa dibilang, dia sudah lupa denganku. Bahkan disekolah pun, kami jarang bertemu.
                Sampai suatu saat, dia merasa ada yang janggal atau apa. Dia bisa-bisanya bilang begini, “Lo perhatian banget sama gue, Fa? Lo suka ya sama gue?” Dengan suara sedikit lembut namun agak serak dia berbicara seperti itu. Dan bodohnya. Padahal itu sebuah kesempatan, tapi aku malah mengumpatnya dengan rada malu bercampur kaget. “Hah? Engg..gak salah? Iyuh banget gue suka sama lo!” Seruku agak meninggikan kan ‘Gak salah?’
                Tuhan, bodoh sekali aku. Kenapa sih? Ego ini. Gengsi ini. Ini yang membuat semuanya menjadi hancur berantakan. Seharusnya jika aku jujur, akan menjadi indah. Apakah ini sebuah teguran darimu, agar aku menjauh darinya? Agar aku tak sakit hati lagi? Haaaah!
                Akhirnya, tiba-tiba hubungan kami tidak membaik. Dia sudah jarang menelepon ku saat malam-malam biasanya. Dia hanya sekali-dua kali SMS ku, hanya untuk menanyakan hal yang tidak penting. Dan sampai pada akhirnya, semuanya hilang saat terakhir kali dia mengataiku dengan sebutan ‘hewan’ yang sangat tidak sopan dilakukan oleh seorang laki-laki kepada perempuan. Dia mengataiku memang tidak langsung, melainkan lewat SMS.
                Tuhan, bunuh aku sekarang! Sakit sekali tiba-tiba dapat SMS dari orang yang kita sayangi seperti itu. Salah apa aku? Setahuku, aku tak pernah ngapa-ngapain dengannya. Aku tidak pernah menceritakan kalau aku suka dengannya pada orang lain.
                Sudahlah! Memang dari awal tak seharusnya aku mengenal dia. Tak seharusnya aku dekat dengan dia jika hanya ini yang aku dapatkan. Sakit hati sekali. Ini melebihi sakitnya, saat aku tahu bahwa Damar, adikku koma dirumah sakit. Perih sekali.
                Sudah 2 tahun aku masih memendam perasaan ini. Tak mengharapkan apa-apa sebenarnya, mungkin hanya membuang waktuku saja, untuk orang yang tak sepenting dia. Tapi, kalau sudah sayang? Haaaah! Hanya membuat sesak jika mengingat itu. 


Ini sudah tahun ke-3 aku memendam rasa kepadanya. Ya! Selama ini hanya dia seorang laki-laki dihidupku selain Ayah. Setiap teman yang lain menceritakan cowok baru atau entahlah selingkuhan atau apapun itu. Aku hanya menceritakan dia. Hanya dia tak ada yang lain. Tanpa ku beri tahu namanya kepada teman-temanku.
Coba bayangkan? 3 tahun bukankah waktu yang sangat lama? Kalau seorang bayi saja sudah bisa berlari-lari kencang. Ya. Sama seperti dia, sudah berlari-lari dipikiranku.
Tapi aku baru menyadari kembali. Temanku. Teman beda kelas tepatnya. Namanya Ami. Dia bilang kepadaku begini, “Fa, lo kenal Dwiqi? Dia bilang sadis banget tadi. Dia bilang katanya lo jangan ngaku-ngaku sebagai mantan dia! Dia gak suka sama cewek kayak lo. Jelek aja belagu.”
Tuhan! Aku ingin mengakhiri hidupku sekarang juga. Akhirnya, pada jam pelajaran Bu Radji guru B.Indonesia aku menangis. Menangis yang hanya mengeluarkan air mata tanpa suara apapun. Aku terdiam dengan tatapan yang sangat kosong. Aku baru menyadari karena hal itu dia menjauh dari ku. Sesak sekali rasanya di fitnah oleh orang yang aku bangga-banggakan secara tidak langsung seperti itu. Mantan? Jangankan bilang mantan, aku bilang suka sekali sama kamu saja tidak ada yang tahu!
            Kok kamu jahat banget sih? Kenapa? Oh. Mungkin memang aku bukan seleramu. Mungkin semua yang ada di diriku bukan pilihanmu. Oke. Aku terima, aku bakalan menjauh darimu. Lihat saja! Aku akan temukan yang terbaik dari mu. Sombong sekali mentang-mentang sekarang menjadi idola cewek-cewek disekolah.
                Akhirnya aku memutuskan. Memutuskan untuk menjauh darinya. Memutuskan untuk berlari keujung dunia. Memutuskan untuk mengakhiri perasaan ini. Terima kasih untuk semua yang kau berikan tentang arti bertahan karena yakinnya cintaku padamu, tapi hanya kau lukai perasaanku ini. Yang jelas, aku belajar arti bertahan darimu. 
                Jujur cinta itu memang membutuhkan waktu untuk tetap hidup. Dan sayangnya waktu itu tidak untuk aku dan kamu.
               
               
               







Lain dunia - Komedi (Drama)

Disebuah gedung tua. Tepatnya dibilangan Jakarta Pusat. Ada sebuah gedung yang sudah belasan tahun tak berpenghuni. Pasti kalau sudah tak berpenghuni yang terfikir kan oleh benak kita yaitu Angker. Nah, di kesempatan hari ini. Kami akan melakukan sebuah Uji nyali disini. Kami mempunyai 2 orang peserta yang akan di uji nyalikan. Seorang wanita yang mengaku tidak takut oleh makhluk astral yang mungkin menyeramkan. Bernama Tanti Puji Astuti. Berumur 22 tahun. Mau tau apa yang akan dilakukan oleh Mbak Tanti dalam uji nyali ini? Mari kita saksikan hanya di Lain Dunia episode “Gedung Tua”
.
Presenter            :  “Selamat malam pemirsa. Jumpa kembali dengan saya Rude Kaliciliwung dalam acara Lain Dunia episode Gedung Tua. Hari Ini saya tidak sendirian karena ditemani oleh seorang psrapsikolog muda bernama Citra Preman yang berada disebelah saya (Citra Preman sembari mengangkat tangan untuk absen dihadapan kamera) dan tentunya oleh nara sumber langsung yang mengetahui seluk-beluk tentang gedung tua ini (Nara Sumber hanya tersenyum)
Presenter            :  (Berbicara kepada  nara sumber) “Oh  ya, Mbak. Bagaimana ceritanya gedung ini sudah tidak berpenghuni kembali?”
Nara Sumber     :  (Rude dan citra preman sembari melihat sekelilingnya dengan kamera yang dibawanya) “Dahulu, sebelum menjadi gedung ini adalah sebuah rumah tempat tinggal. Pembuatan gedung adalah dengan cara paksa. Karena tidak ada yang ingin kehilangan tempat tinggalnya. Akhirnya semua rumah yang ada disini di bongkar dengan cara di rubuhi dengan alat besar,” (Pembicaraan terpotong karena ada sesuatu yang tak diinginkan)
Citra Preman      :  “Rude, merasakan sesuatu? Disini saya mendapatkan orbs yang sangat kuat sekali.” (tiba-tiba citra preman ditarik oleh sesuatu untuk memasuki sebuah pintu)
Presenter            :  (Mengikuti arah citra preman yang sedang berbicara oleh sosok makhluk ghaib) “Lihatlah permirsa. Citre Priman tiba-tiba saja ditarik oleh sesuatu. Tepatnya makhluk astral.”
Citra Preman      :  (Menjauh dari tempat tersebut) “Pemirsa, tadi saya sempat mengobrol dengan sosok astral yang disana. Katanya jangan pernah melewati tempat ini. Karena itu milik mereka.“
(Semuanya langsung diam sembari mengitari sekelilingnya dengan kamera inframerah)
Presenter            :  “Lalu, sewaktu rumah itu dirubuh. Apa yang terjadi, mbak?” (Tanya kepada si Nara Sumber)
Nara Sumber     :  “Ya. Sewaktu rumah itu dirubuh. Tidak tahunya ada satu keluarga sedang istirahat didalamnya. Dalam seketika, satu keluarga itu telah tewas.”
Citra Preman      :  “Oh. Mungkin, tadi saya tidak boleh melewati ruangan tadi. Agar tidak menggangu peristirahatan meraka. Dan mungkin saja, dia masih dendam terhadap rumah yang telah dihancurkannya.”
Nara Sumber     :  “Bisa jadi sih begitu mbak Citra.”
Presenter            :  “Oke permisa! Waktu sudah hampir menunjukan pukul 12 saya akan menjemput peserta yang akan melakukan uji nyali ini.”
6 menit kemudian…
Datanglah Rude kaliciliwung bersama satu orang peserta yang sudah tadi saya bicarakan. Mbak ini bernama Tanti Puji Astuti umur 22 tahun dan seorang mahasiswi dari Universitas negeri di Jakarta. Sekarang ini, Mbak Tanti akan di Uji nyalikan di tempat yang sangat menyeramkan ini. Mau tau apa saja yang dilakukan mbak Tanti? Mari kita ke TKP….
Presenter            :  “Permisa. Kembali lagi dengan saya Rude kaliciliwung. Terima kasih karena anda masih setia dalam acara ini. Malam ini, saya bersama dengan satu orang wanita yang katanya tidak takut dalam urusan ghaib. Benarkah begitu mbak?” (Sembari menghadap mbak Tanti)
Mbak Tanti         :  “Oh iya! Saya percaya makhluk ghaib itu ada. Maka dari itu saya tidak takut. Saya masih punya Tuhan kok.”
Presenter            :  “Whaaa.. Islamia sekali mbak ini. Oke langsung saja. Gong sudah berbunyi. Tandanya mbak sudah siap di uji nyali ini. Kami membawakan mbak bekal. Air putih dengan makanan ringan serta helm berkamera ini. Disini kami mempunyai beberapa kamera. Tepatnya disudut-sudut ruangan. Jangan jauh-jauh dari kamera. Karena kami akan mengintainya dari luar. Mbak mengerti?”
Mbak Tanti         :  (Sembari mengangguk) “Iya mengerti.”
Presenter            :  “Oke! Sudah siapkan? Jika anda sudah tidak kuat. Atau ingin mengakhiri uji nyali anda. Lambaikan tangan anda ke kamera. Siap?”
Mbak Tanti         :   “Iya. Siap!”

Akhrinya, acara uji nyali ini berlangsung. Lampu sudah mulai dimatikan dan kamera inframerah dinyalakan. Peserta uji nyali  yang pertama sudah siap dalam pukul 12 malam tepat. Disepuluh menit pertama peserta sudah merasakan sesuatu yang aneh.
Mbak Tanti         :  “Disini saya mersakan hawa yang begitu panas.” (sembari kipas-kipas) “Dibelakang saya, seperti ada bayangan kasat yang sedari tadi mondar-mandir.” (sembari berbicara apa yang dirasakan ditempat uji nyali)
Dilain tempat rude kaliciliwung, citra preman dan narasumber sedang membicarakan tentang keganjilan yang sedang dirasakan oleh perserta pertama itu.
Rude kaliciliwung             :  “Memang didalam gedung ini ada  jenis makhluk astral yang seperti apa saja? (berbicara dengan narasumber).”
Narasumber                       :  “Masyrakat sekitar pernah melihat sosok seperti Kuntilanak yang sedang menangis dan kadang tertawa.”
Citra Preman                      : “Tadi didekat pintu terlarang itu saya juga melihat sosok seperti Pocong yang wajahnya tidak jelas dan berantakan.”
Narasumber                       : “Ya memang. Masyarakat sekitar juga sering melihat pocong dan kuntilanak.”
Kembali kamera ke Tempat uji nyali.
Mbak Tanti                         : (muncul sekelebat kuntilanak lewat yang sedang menangis) “Saya melihat barusan ada kuntilanak lewat didepan saya seperti sedang menangis gitu.”
Tiba-tiba Mbak Tanti seperti sedang mengobrol dengan seseorang.
Mbak Tanti                         : “Maaf saya gak ganggu kok.” (suara kuntilanak menangis semakin kencang). “Sudah cup..cup..cup.. jangan menangis lagi dong mbak kunti. Kan saya jadi takut ehh.”
Sudah 1 jam lebih waktu pun berlalu. Dan Mbak Tanti pun mendengar sesuatu suara lagi.
Mbak Tanti                         : (kemudian terdengar suara kuntilanak yang sedang keluar) Aduh jangan muncul lagidong kan saya nggak ganggu mbak kunti. (sambil sedikit ketakutan)
Mbak Kunti                         :  hihihhihihihi.................
Mbak Tanti                         :  (tiba-tiba peserta uji nyali tersebut bertingkah laku aneh seperti orang yang sedang kesurupan)
Beberapa menit kemudian peserta tersebut bertingkah laku aneh seperti sedang berbicara dengan seseorang, dan tiba-tiba peserta itupun pingsan. Setelah mengetahui hal tersebut Rudy Kaliciliwung, Citra Preman, Narasumber dan Seorang Ustadzah langsung meghampiri peserta tersebut.
Rudy Kaliciliwung             :  “Pemirsa sepertinya peserta uji nyali tersebut mengalami kesurupan oleh hantu yang ada di gedung tua ini” (sambil menunjuk peserta tersebut) “Citra apakah yang sebenernya terjadi dengan peserta tersebut?”
Citra Preman                      :   “Bisa kita lihat disini ciri-crinya seperti orang kesurupan, tetapi disini saya mencoba untuk mengajak bicara makhluk ghaib yang ada didalam tubuh mbak tanti ini” (sambil mencoba mengajak bicara peserta tersebut)
Rudy Kaliciliwung             :  “Apa yang harus kita lakukan sekarang citra kepada peserta tersebut?”
Citra Preman                      :  “Sebaiknya langsung dirukiyah saja oleh ibu ustadzah”

Kemudian rude, citra, ustadzah dan salah satu crew menghampiri peserta yang sedang kesurupan.

Izinkan aku Memiliki kesempatan itu lagi Part 1


Lanjutan dari drama “Maaf ku telah temukan penggantimu”

“Hallo, Key! Pasti baru bangun deh. Ih males banget sih jadi cewek. Masa kalah sama Ayam yang sudah berkokok dari tadi,” Dia mengumpatku dengan sebuah sindiran seperti itu. Dimas. Iya! Dia orangnya. Baru seminggu kami menjalin hubungan. Dimas adalah pengganti Remi. Walau sesungguhnya aku belum bisa mencintai Dimas. Karena masih ada Remi dihatiku. “Ah, kamu cerewet. Perasaan..  Yang cewek kan aku!” Seruku tak kalah.
                Semenjak pacaran, kita berkomitmen untuk memanggil dengan aku-kamu. Kata dia sih biar romantis. Tapi, tetap saja. Hal ini tuh sangat biasa. Malah kalau kataku ini lebih terlihat norak.
                “Yaudah. Cepat bangun. Mandi, solat habis itu siap-siap kesekolah. Pokoknya nanti aku jemput kamu harus sudah siap lho ya. Oh iya, jangan lupa sarapan!” Seperti kebiasaannya  selama seminggu ini dia selalu menyuruhku melakukan aktivitas seperti ini. Padahal ini baru jam 5 lho. Biasanya sebelum ada dia aku bangun jam 6 kok. Dan semua itu terlaksankan. Ya.. walaupun akhirnya aku terlambat masuk kelas.
                “Iya. Ih kamu bawel deh,” Kataku frontal. Memang benar sih. Kecerewetan dia itu bisa mengalahi Bunda kalau lagi ngomel-ngomel dirumah. Entahlah.. mungkin itu yang disebut dengan perhatian.
                Akhirnya,  dengan bermalas-malasan aku bergegas untuk menuju kamar mandi. Aku baru sadar bahwa aku masih memakai baju seragam. Uh! Kegiatan disekolah semakin hari semakin membuat aku telat pulang, membuat aku telat makan. Sampai-sampai membuat aku menjadi tak mandi sore. Dan biasanya kalau sudah pulang diatas jam 7 aku langsung tidur hingga tak sadarkan diri sampai ada gangguan telepon dari Dimas.
                Ya. Mungkin bisa dibilang setiap waktu. Setiap jam lah tepatnya. Dimas selalu SMS atau menelepon ku. Walaupun pertanyaannya itu-itu saja. Sampai-sampai aku terlalu bosan untuk membalasnya.
                Sungguh! Dimas beda sekali dengan Remi. Walaupun Remi sering SMS dan nelepon seperti Dimas juga, tapi rasanya tuh beda. Aku juga tidak mengerti. Padahal Remi belum jadi kekasihku. Sedangkan Dimas, sudah menjadi kekasihku sekarang. Tapi, sungguh! Lebih senang jika aku mendapat SMS dari Remi. Entahlah.. kamu Remi yang dibilang cinta pertama tuh susah dilupakan!
                “Key! Aku sudah didepan pntu gerbang.” Dimas mengirimiku SMS. Tuhkan, Dimas memang tepat waktu sekali orangnya. Padahal, aku baru dua suap sarapan nasi goreng bikinan Bunda. Tanggung lah. Akhirnya ku diam kan saja SMS itu dan aku melanjutkan makan yang lezatku ini.
                Sudah sekitar 5 menit. Pasti SMS dari Dimas lagi. “Key, kamu dimana? Aku udah di depan rumah.” Tuhkan! Benar sekali. Pasti SMS dari Dimas lagi. Yasudahlah, kuniatkan untuk pamit dengan Ayah dan Bunda. Tidak lupa untuk menggoda adikku. Satria. Yang sudah seminggu dia tak ingin berbicara kepada ku lagi. “Dek, mau bareng gue gak? Kita naik bertiga yuk. Kayak kemarin,” Kataku berbicara dengan Satria. Tetapi dia hanya bertatapan sinis. Mugkin dia masih kesal dengan aku. Duh.. harus bagaimana lagi aku meluluhkan hatinya agar kayak dulu kembali? Remi.. Hanya kamu yang bisa, membuat Satria luluh. Remi, bantu aku…
                “Hmm, gak! Satria tetap sama Ayah! Gak ada alasan. Pokoknya tetap sama Ayah sampai dia mau berubah!” seru Bunda dengan tegas. Bunda memang masih menghukum Satria seperti itu. Dirumah Satria selalu disindir oleh Bunda terus. Aduh, aku jadi kasihan melihat dia seperti sangat dikekang banget sama Bunda. “Iya, Bun! Yaudah Bun. Key, pamit ya. Dimas udah nungguin diluar dari tadi tuh.” Aku berpamitan dengan Bunda. Dan tak lupa Ayah yang sedari tadi sedang asyik memakai sepatu yang sudah kesempitan itu. Dan aku menyalami mereka berdua, sebagai aku tanda aku meminta restu untuk disekolah. “Salam Key bat Dimas. Jangan ngebut-ngebut.” Pesan dari Bunda.
                Bunda dan Ayah sudah tau kalau aku dan Dimas sudah resmi memiliki hubungan cinta. Mereka setuju-setuju saja, asalakan semuanya diluar batasan.
                “Ih lama banget sih kamu! Ngapain dulu?” Sungguh! Aku baru kali ini bertemu dengan cowok yang sangat cerewet melebihi seorang wanita. Biasanya teman cowokku tidak secerewt ini deh. Walaupun akunya kebiasaan terlambat untuk ngapa-ngpain. “Iya, maaf sayang. Tadi kamu SMS aku masih sarapan.” Akhrinya aku mengalah atas kecerewetan dia tadi. Ya! Kata dia kalau salah satu dari kami jika memang bersalah harus mengakuinya. Jika waktunya harus mengalah ya.. mengalah. Biar makin langgeng katanya sekaligus memperhatikan ego masing-masing.