Dreamer!

Wednesday 21 August 2013

Ngilu dihati

Deg! Jantungku seketika berhenti. Entah apa yang membuat diriku seperti layaknya patung. Dirimu kah yang buat aku seperti ini? Kurasa tidak. Aku sudah melepaskan mu sepenuhnya. Tapi mengapa saat bertemu padamu hari ini terasa berat. Mungkin kah rindu padamu yang membuat serpihan itu kembali merontok?

Rasa itu hadir kembali. Dimana seongak rasa ngilu didada. Rasa yang tak bisa diungkapkan oleh ribuan bahkan berpuluh milyar kata. Hanya itu!

Banyak pertanyaan dihati ini yang belum terjawab. Banyak rasa dihati yang sudah lebih dulu mengetahui setiap pertanyaan tersebut.

Hatiku sudah kembali rapuh disaat mengingatmu. Mengingat senyuman maut mu. Mengingat khas canda tawamu. Dan sampai aku selalu ingat setiap detail kata yang kau curahkan lewat angin malam terhadap ku dulu. Kini akankah semuanya dapat terukir kembali?

Hanya Tuhan yang mengetahui semuanya. Tidak semua keinginan kita terpenuhi oleh Allah. Tapi kehendak-Nya adalah yang terbaik buat kita dari-Nya.

Ya, aku percaya akan hal itu. Pasti percaya! Hanya sabar saja kunci meraihnya...

Saturday 17 August 2013

Dekapan nya

Dekapan nya penuh dengan rasa sayang. Setiap aku melihat dia, ada ketenangan di mata sayu itu. Kami bercanda. Kami tertawa. Setiap bertemu ada senyum dipelapuk bibir tebalnya itu.

Bermula dari candaan seorang teman. Yang menyuruhnya untuk mendekap agar dapat melihat seberapa besarnya diriku. Lalu aku didekapnya. Ku fikir dia bercanda. Tapi dekapan itu seolah-olah slow motion yang dibuat-buat. Ku renggangkan pelukan dari belakang nya, tapi bukan nya terlepas malah semakin tak ingin melepas.

Deru nafasnya terdengar di kupingku. Walau ku tahu dia tak terlalu wangi akibat pengorbanan dia yang telah mencari nafkah untuk hidupnya. Tapi aku merasakan aroma lain dalam tubuhnya.

Aku merasakan bahagia. Pertama kali merasakan dekapan yang begitu melambung. Aku bagaikan ada disebuah film romantis kala itu. Dengan seluruh kenjantan dia pada saat memelukku. Terlihat dari setiap urat nadi yang keluar dari sarangnya yang menandakan dia pekerja keras.

Padahal ku tahu, dia bukan siapa-siapa dimataku. Hanya sebatas adik-kakak kenal 3bulan. Tapi setelah kejadian ini, pasti aku merasakan suatu keganjalan-ganjalan disetiap aku mengingatnya.

Ya! Pasti aku akan merasakan sebuah kerinduan. Kerinduan akan sebuah dekapan manisnya.

Perkenalan seorang gue

Hai readers;) Pertama kali gue bikin blog, gue belum kenalan ya? hehe maklum lah. Terlalu asyik dengan khayalan. Kenalin, gue ratna susantyningsih. Temen sebaya gue biasa panggil gue karat sih. Entah maksudnya apa. Mungkin karna gue tinggi besar jadi gue pantesan di panggil kaka. Makanya kompak jadi panggil karat.
Gue alhamdulillah masih sekolah. Masih semangat! Walau udah menjelang detik2 tahun terakhir sekolah. Ya! bener banget! gue kelas 12 Smk. Sekolah gue terpelosok. Kalau yang tau daerah Jakut, mungkin pada tahu. Haha. Nama sekolah gue Smkn 49 jakarta. Sekolah yang cuma cakep dihalaman karna bnyak pohon tanpa isi dri mksd sekolahnya.
Gue orang Jakarta. Tinggal dengan keluarga yang kurang utuh, karna gue udah ditinggal nyokap untuk mempersiapkan surga buat kita. (baca;keluarga). Beliau punya penyakit, menurut gue yang entah kenapa itu datangnya tiba2, gue aja sampe ga percaya. Ya, namanya takdir mah gada yang tahu selain Allah kan? Gue sayang banget sama beliau. Gue emang bisa dibilang anak mami. Karna kemana2 gue selalu sama nyokap. Sempet nge drop, waktu tahu nyokap dibilang udah gada. Tapi karna gue udah janji sama beliau "dalam keadaan apapun gue ga boleh nangis. Gue harus berdoa" gitu, makanya gue-keliatan-strong! Dan alhamdulillah banget gue punya kakak yang sayang banget sama gue. Sayangnya dia gausah pake pertanyaan, dan gausah dibanyangkan oleh kata2. Gue bersyukur punya kakak seperti dia. Temen gue aja sampe iri kalo lihat kakak gue merhatiin gue hehe
Gue suka sastra. Karna hobi gue yang ngarang gini. Sampe ngarang tentang kebohongan sering. *Janganbilang2ya* Haha
Punya khayalan buat jadi mahasiswi disebuah univ ternama. Amin! Ya pen banget. Gamuluk2. Di Ugm aja gue udah bahagia banget. Gue cinta banget sama Jogja. Entah kenapa? Padahal orang2 lebih Bali daripada Jogja. Mungkin, karna bokap orang Jogja kali ya? hehe
Udah dulu ya. Kalo mau lebih kenal gue. Kenalan aja. Gue orangnya welcome kok. hehe add fb gue; ratna susantyningsih. follow twitter gue; @ratnasss atau cari pake full name ratna susantyningsih kalau mau lebih dekat SMS aja di no; 08989076817
Salam kenal;)

Kembalikan serpihan itu!

Aku tidak paham perasaan apa yang hinggap di dinding hatiku yang masih belum rampung tersusun kebagian-bagian nya. Ada serpihan-serpihan kecil yang sengaja kau pecahkan sehingga aku kehilangan arah untuk mencarinya, karna serpihan itu aku jadi sulit untuk pergi darimu. Dan sulit pula untuk meminta serpihan itu yang sengaja kau simpan untuk mempermainkan perasaanku yang sangat menyayangi sosok pria kerdil seperti dirimu.

Aku tak bisa lepas dari setiap kabut bayangan mu yang kau kebul kan lewat pikiran ku yang entah mengapa semua itu sangat sulit hilang. Memori tentang kau sangat besar. Sehingga aku terpantau sulit untuk menghapusnya satu persatu.

Kau pergi tinggalkan aku disini sendiri dengan setiap genggaman khayal ku yang menjadikan semua itu sebuah pedoman yang teramat penting bagiku. Layaknya sebuah pisau tajam yang kau iriskan ke urat nadi ku perlahan. Akankah aku mati sekarang?

Semua itu sudah terjadi. Aku sudah menyayangimu dalam kurung waktu yang sangat cukup lama. Empat tahun! Bukan kah itu lama? Kalau itu seorang balita, dia sudah terbiasa lari kesana kemari. Kayak kamu yang terus berlarian diotak kanan dan kiriku.

Aku tak percaya. Dalam empat tahun ini, apakah kau tak merasa? Dimana arah kepekaan mu? Oh salah! Tepatnya dimana hati mu?

Kita cukup dekat lho. Akankah kedekatan kita tidak kau rasakan kalau ada getaran-getaran yang cukup kuat jika kita berdua. Jika aku jadi teman setia mendengar keluh kesah mu. Disaat kita bersenggama lewat aliran telpon. Setiap malam, tanpa absen kau selalu menelpon ku. Kurasa kenangan waktu kita yang paling selalu mengenang rasa sakit ya hanya malam hari. Disaat yang lain merasakan mimpi-mimpi indah dengan pujaan atau bahkan dengan keinginan nya, tapi kita malah selalu berbicara sampai kehabisan kata, sampai-sampai kita berbicara lewat pesan singkat dan yang kenyataanya kita sedang bertelpon.

Kau yang mengajari aku tentang malam. Kau yang memberi kenangan tentang malam. Dan kau yang memperhatikan ku lewat malam. Ya, malam hari.

Ah! tapi sudahlah. Kurasa malam ku kelabu. Semakin gelap. Tanpa cahaya. Semakin tak terlihat. Dimakan asa!

Kau pergi tanpa pamit. Kau pergi tanpa salam. Tak pernah di ajarkan sopan santun ya? Cukup sakit jika aku mengenang tentang ini. Cukup sakit kau gantungkan ku seperti jemuran yang sering ku lihat di depan teras rumah mu. Sakit nya sangat perih. Kalau pria yang ku idolakan keberadaan nya ternyata hanyalah semu. Kau semu terhadap cinta yang sudah ku dapatkan ini. Dari kamu! Untuk kamu! Bukan aku!

Aku hanya meminta darimu. Tolong kembalikan sisa-sisa puzzle yang kau hilangkan dari hatiku. Itu teramat penting untuk ku. Tanpa kelengkapan hati itu, aku takkan bisa menyayangi pria lain seperti kamu.

Wednesday 14 August 2013

Wanita Mawar Merah

Sore yang sunyi ini, ku sendiri. Yap, memang sudah kebiasaanku sendiri tak ada yang menemani. Hanya sederet buku-buku yang selalu kubawa setiap saatnya.
Rintik hujan akan mengguyurkan bumi kembali, setelah sudah berminggu-minggu ia berjatuhan menemani diri ini. Tepat saat aku menampakkan langkah untuk pulang ke rumah gubuk ku. Air bumi pun tumpah. Aku memang suka hujan. Sangat suka. Air yang turun dapat memancarkan kedamaian dalam hidup.
Aku melangkah menjauh dari toko buku yang sering ku jelajahi nauangan nya. Setiap siang hingga senja seperti ini keseharian ku lewati. "Sosok pria yang tak terlalu tampan namun manis dengan lensa dimatanya." Begitu kata seorang yang telah meninggalkan ku untuk selamanya. Iya, dia sahabat kecil ku. Namanya Geya. Dia meninggalkan ku karena kecelakaan motor yang merenggut nyawanya. Dia baik, perhatian dan pokoknya semua sifat positif ada dalam dirinya.
Dua tahun yang lalu. Iya, Geya meninggalkan ku dua tahun yang lalu saat Ayah nya menikah lagi. Aku simpati dengan keluarganya. Padahal, dia baik. Sungguh baik. Tapi kebaikan tidak pada orang tuanya. Ayah yang seorang pemimpin perusahaan membuat dia beliau menjadi seorang yang sering pulang pagi. Entah sebutan apa untuk Ayah yang seperti itu. Sampai Geya kesal. Dan dia sangat marah saat itu. Kecelakaan yang dia alami dikarenakan nya.
Oke, balik ke diriku.
Aku seorang pria yang hanya mempunyai bakat kecerdasaan. Kecerdasaan ini yang membuat aku diterima disalah satu Universitas jauh dari negara ku dilahirkan. Iya, aku seorang mahasiswa dari Universitas Harvard. Universitas swasta yang berlokasikan di Cambridge, Massachusetts, United States. Aku tak meduga. Awalnya aku hanya mencoba-coba mengisi berbagai macam kotak-kotak yang telah disediakan dalam suatu website yang aku kunjungi. Dan selesai ku isi lengkap dan memberikan persyaratan apa saja yang harus diserahkan.
Rasanya aku seperti sehelai kapas. Aku bisa terbang jika ditiup angin. Dengan raga yang masih dibawa alam sadarku. Aku berteriak sedemikian kencang. "Terima kasih, yaAllah. Kubersyukur kepadamu," kataku dan langusung ku bersujud dengan sepenuh hati kepada sang pencipta yang telah meridhoi sesuatu yang setidaknya diinginkan oleh umatnya.
Dan seperti ini aku sekarang, seorang mahasiswa dengan ahli dalam ilmu sosial. Aku tinggal sendiri dengan segubuk apartement yang ku sewa dengan dibantu oleh perusahaan yang memperkerjakanku.
Kudongkakkan kepalaku ke langit. Berterima kasih kepada sang khalik dari seluruh isi dunia. Iya, hujan yang membasahi bumi tempat ku berpijak telah berhenti. Ku berjalan pelan sembari hati-hati terhadap air bening yang telah menggenang, ya seperti air mataku yang terbiasa merindukan sosok bidadari kecil ku yang menggenang di daerah pelupuk mata agak sipit ini
Saat dingin menusuk kelabu seperti ini, biasanya aku mengenang dia kembali. Mengenang saat-saat terindah kita. Seperti saat kita hujan-hujan kayak yang sedang ku lakukan sendiri tanpamu. Ada segengam guratan wajahmu dalam genang air yang pada saat ini, ku langkahi. Ya, wajah imut dengan poni agak sedikit menutupi mata indah mu. Senyum yang kau berikan, yang selalu kau lambungkan itu mampu meyakinkanku kalau kau baik-baik disana. Dan hanya segulat rasa rindu yang dapat ku petik saat ini.
Aku sedikit lelah untuk menelusuri setiap jalan-jalan yang ku lewati saat ini. Disaat senja ini, pasti ruang lingkup jalan dipenuhi oleh segrombrolan orang yang terburu-buru untuk sampai ke rumahnya masing-masing. Mengapa harus terburu-buru? Apakah rumahnya akan hilang jika terburu-buru seperti itu?
Ku langkahkan kaki ku untuk terus menulusuri jalanan yang sudah dihuni oleh umat manusia yang tinggi seperti itu. Perlahan tapi pasti. Saat aku ingin berbelok kearah perumahan--yang termasuk jalur alternatif ketika aku kehabisan ongkos untuk pulang--aku melihat sebuah kios. Tapi, seperti sebuah kios baru. Iya, karna memang aku baru melihatnya. Ku hampiri kios tersebut. Tak sengaja ku lihat plang yang membuat ku mendongkak kaget. "Florist-Penjual Kenangan" Bukan terkejut karena tulisan tersebut Bahasa Indonesia tapi dengan 'Penjual Kenangan'-nya tersebut.
"Want to buy flower?" Tanya penjual bunga tersebut. Subhanallah.. Cantiknya. Di negara yang kritis dengan agama Islam ternyata ada juga wanita cantik dengan balutan jilbab bermotif bunga yang menutupi kepalanya yang kecil. "No. I just wanted to ask, what is the purpose of "Penjual Kenangan"?" Aku menjawab dengan sebuah pertanyaan juga. Dia agak sedikit bingung dengan pertanyaanku. Mungkin, dia berfikir.. 'Kenapa ada orang yang bertanya bukan dengan apa yang dia jual, tetapi malah bertanya tentang nama kios yang digelarnya'. Ah noprob! Just think. Batinku.
Dia beringsut meninggalkan ku ke dalam kios nya. Ada perasaan yang sedikit mengganjal dalam benak ku. Entah perasaan apa. Tapi, jika dilihat-lihat wanita ini mirip dengan Geya--sahabat kecilku dulu--tanpa jilbabnya.
Akhirnya, aku berfikir untuk kembali lagi esok hari. Setelah pulang kuliah. Dan ku lanjutkan berjalan agak dipercepat karna aku sedikit telat untuk sampai rumah.
***
Senja telah melewati tugasnya untuk memperindah bumi dengan matahari yang telah ditelan oleh bumi yang semakin hari semakin padat penduduknya. Tepat kudengar adzan maghrib menggema melalui telepon genggamku, aku telah sampai depan kamar apartement. Dengan lunglai, berbegegas ku memasuki kamar mandi, lalu ku tunaikan sholat maghrib kewajibanku.
Didalam sujudku, aku meminta kepada-Nya agar diberikan nafas yang panjang agar aku dapat selalu melihat indahnya dunia yang sedang ku sewa saat ini menuju pintu akheratnya. Dan tak lupa selalu ku doakan orang tua yang selama ini menuntun langkah hidupku menuju kebaikan. Tapi, tiba-tiba aku tersontak karna aku mengucapkan seseorang yang akan kujadikan tuntunan imamku. Entah apa maksudnya itu. Akupun tak mengerti.
Senja telah berganti malam. Ku lihat bulan sabit telah mentereng di langit gelap itu. Terima kasih ya Allah, ciptaan mu sungguh indah. Aku berbicara dalam hati mensyukuri nikmat yang diberikan-Nya. Tapi, bulan itu tidak sendiri. Ia ditemani oleh sebuang bintang yang paling menawan bertengger disampingnya. Romantis. Bulan dan bintang saja berpasangan. Kok aku tidak?
"Ah! Apasih..." kataku sembari mengibaskan tangan ke udara. Aku melupakan perkataan ku yang membuat ku berfikir panjang dan langsung bergegas ke dapur. Kubuat kopi hangat tuk menemani dingin nya udara negara Amerika nan megah ini dicampuri sedikit caramel di dalam nya. "hmm, wangi sekali.." ku seruput kopi tersebut dan tanpa ku sadari telepon genggam ku bergetar lama di atas bufet tempat aku menaruhnya.
"Hallo.."
"..."
"What is it?"
"..."
"Oh. Yeah, I'll be there"
Klik. Telepon pun terputus. Baru saja ku mendapatkan sebuah panggilan. Sepertinya sedikit penting. Karna ini terdapat pada pekerjaanku. Iya, aku kerja dibagian sebuah kantor penting dari negara Amerika ini. Memang, aku bekerja jika diperlukan saja. Entah mengapa begitu? Aneh kan? Aku yang melaksanakan saja terlihat aneh.
Ku ambil jaket ku yang ku gantung di belakang pintu apartement. Dan langsung mendarat menuju kantor tempatku bekerja. Untung saja, aku masih memakai celana bahan yang belum ku ganti tadi.
Setelah sampai kantor, ku tanya Dave yang tadi menelpon ku. "What's wrong?" tanyaku. Nasib Dave sama denganku. Bedanya, asal dia bukan Indonesia melainkan Turki. "It's just that, emm.. there is someone who is looking for you." Katanya demikian. Aku kesal dengan nya, ku kira ada sesuatu pekerjaan yang salah pada diriku. "Who?" tanyaku kembali. "Aku," ku lihat seorang wanita yang berada dibelakang Dave yang bertubuh besar itu. "Orang Indonesia?" tanyaku kepada wanita yang berambut panjang bak seorang artis tersebut. Kalau dilihat wajahnya seperti Bunga. Iya, BCL tapi versi agak bule.
"Asli Indonesia. Tapi menetap di Amerika," Ucapnya sembari duduk yang disediakan di depan receptionist megah ini. "Lantas, ada apa?" tanyaku langsung. Karna hari ini aku tampak lelah. Lelah berlarian dalam fikiran-fikiran yang akhir-akhir menggangguku. "Tidak apa-apa. Hanya ingin kenal." Katanya enteng. Astagfirulloh... Dengan cepat aku kemari. Hanya ini yang ku dapatkan. "Oke. Ini kartu namaku. Maaf, jika tidak keperluan lagi. Aku ingin segera pulang," kataku dan langsung saja pergi meninggalkan. Untung saja, ku dapati taxi yang setia di depan kantor. "Oke. Terima kasih, Re-Mi..." dan aku hanya melambaikan tangan.
***
Ku dengar alarm telepon genggamku berbunyi nyaring. Dan ku terbangun dari indahnya mimpi yang ku lewati saat aku tak sadar seperti ini. "Duh, cepet banget sih paginya. Mimpinya berhenti deh.." aku menggerutu sendiri.
Ku lewati lorong sempit nan gelap ini untuk menuntun jalan ku ke arah dapur. Ya, kebiasaanku kalau setelah bangun tidur. Entah mimpi-mimpi yang ku lewati selalu mengambil jatah air dalam tubuhku ini.
Matahari telah menyapa manusia dibumi dengan sinarnya yang menggema dipelantaran langit Amerika ini. Sudah pukul 8 pagi, setelah sarapan aku langsung bergegas menuju tempat perkulihan. tempat dimana aku meraih mimpi ku.
Telah sampai aku disebuah gedung bertingkat nan tinggi ini. sudah banyak beragam pasang mata yang telah datang menghampiri gedung ini. "Hai, Remi?" Terdengar suara seorang menyapaku.

Wednesday 7 August 2013

Jatuh cinta pada setiap goresan pena nya

Senja dilangit mulai menunjukan
perawakannya. Dengan berwarna buah jeruk berbalut dengan kekuningan dia menyeruakan seisi dunia yang fana ini. Kesendirian ku ini menjadi alasan mengapa aku sering ke tempat yang nyaman ini. Entah karena suasana, atau bahkan memang setengah nyawaku ada di sini.

Andaikan ada sosok pria yang menemani aku di dalam kesendirian ini. "Aaaaah!" Aku menepisnya. "Tidak mungkin, Na! Mana ada yang mau sama kamu seperti ini? Hanya modal kepintaran dalam pelajaran bahasa Indonesia," batinku berteriak meyadarkan akan hal sesuatu.

Iya, aku memang suka sekali dengan pelajaran bahasa Indonesia. Apalagi dalam pelajaran mengarang. Tanpa pikir panjang, aku dengan leluasa mengkhayalkan sesuatu agar cukup bagus untuk dijadikan ke dalam sebuah cerita. Ya, sama seperti aku sedang menulis ini.

Ku buka jejaring sosial yang tentu sudah kalian tahu. Blogger. Banyak peminat yang ingin mencobanya, seperti aku yang awalnya hanya iseng membuat akun tersebut. Lantas aku malah ketagihan untuk memainkannya. Karena hobiku dalam mengkhayalkan sesuatu. Terlebih untuk cerita-cerita yang berkaldu romantis.

Aku menemukan sosok asing dalam blog itu. Tulisan indahnya. Setiap kata-kata yang ia rangkai sedemikian rupa untuk menjadi sebuah cerita yang berlatar belakang kehidupan. Aku menyukainya. Dalam pandangan pertama. Dalam goresan disetiap karya ciptaanya tersebut.

Ku teliti lebih dalam disetiap karyanya tersebut. Dan ternyata bukan hanya bercerita tentang kehidupan, ia juga bercerita tentang indahnya islam dalam goresan-goresan jemari indahnya.

Telah ku ketahui. Dia mempunyai nama Dimas Pradipta Al-Khudry. Nama yang indah. Seindah tulisannya. Akankah wajahnya begitu indah seperti tulisannya ini? Aku juga belum tahu, karena dia tidak memasang foto dengan paras wajahnya.

Ku baca sembari ku cermati setiap alunan tulisan nya. Lama ku berfikir, akhirnya ku baru mengerti maksud dari tulisan tersebut. Ya, sosok pria rela menunggu demi wanitanya yang nyatanya menyiakan si pria, hingga bus terpelosok ke bantaran jalan yang sedang diduduki pria tersebut. Kreatif! Membuat orang penasaran. Dan itu termasuk sebuah cerita baru yang ku dengar.

Setelah seminggu ku cari-cari nama facebook dalam setiap deret ceritanya, akhirnya ku temukan username Dimas. Ya beda tipis ternyata. Hanya saja tidak memakai nama Dimas dalam username tersebut. Takjub! Pria ini sudah beberapa kali membuat aku penasaran.
Ku login sosial media tersebut dan ku tambahkan dia sebagai temanku ke facebook nya. Dan hanya menunggu beberapa menit. Dia langsung mengconfrim facebookku.

Sedikit kecewa, ku kira ia akan mengirimkan kata-kata karna telah menambahkan sebagai teman, ternyata sama sekali tidak. Ah! Pupus sudah harapanku. Dia ternyata sangat cuek dengen seorang perempuan. Iya, aku mengetahui dari setiap status yang dibuatnya.

Tapi, tunggu dulu. Kulihat lingkaran hijau dalam profile nya. Ia sedang online, sama sepertiku. Iseng-iseng, aku menge-chat-nya.

"Hai :)" kusapa dia dengan sopan sembari kuberi emoticon agar terkesan akrab.
"Iya" dia menjawab sapaanku. Aih! Senangnya diriku.

Sampai terus aku mengobrol dengan nya sampai kami kehabisan kata-kata. Dan ternyata dia meminta nomor telepon ku. Segera ku ketikan deretan angka kepadanya.

"Oke, lanjut lewat sms aja ya. Mau off nih :)" katanya dan ku iyakan saja. Tak berapa lama kemudian ada nomor baru masuk dalam kotak masuk ku. Ku tahu, ini pasti dia. Dan ku lihat, ternyata kekecewaan yang ku dapat. Itu nomor baru yang menyatakan aku harus menghapus nomor lama Jeje-temanku-.

Ya, sudah berhari-hari aku menunggu janji pesan singkat yang akan diudara kan kepadaku. Hampir 4hari sudah terlewati. "Ah! Lupain aja, dia berarti bukan pria terbaik buat kamu. Pria terbaik enggak akan biarkan wanita menunggu.." kata Jeje setelah acara curhat-curhatan kami berlangsung. "Lagian.. Lo juga, lu kan kagum sama tulisan nya. Bukan orangnya kan? Tulisannya kan setiap hari berkoar tuh di status fbnya. Kenapa masih nungguin?" tanya Jeje. Ucapan nya tersebut memang ada benarnya juga. Untuk apa sih, Na. Ditungguin... Batinku berbicara.

***

Setelah hampir sebulan. Tiba-tiba ada nomor baru yang menyeruakan untuk segera diangkat, karna seseorang memanggilnya.
"Assalamualikum.." kataku sopan.
"Walaikumsalam, ini Denna?" tanyanya sangat sopan. Suaranya itu lho yang membuat aku terbuai dalam kelembutan setiap kata-katanya.
"Iya, ini siapa? Tau no ku dari mana?" tanya ku kembali.
"Ini aku dimas, Na. Temen fb, maaf baru menelepon. Karena kemarin-kemarin sibuk ngurusin kerjaan dikantor," Ungkapnya demikian. Pantas saja, ternyata dia sibuk toh...

Dia bekerja disalah satu penerbit buku terpopuler dikalangan remaja. Sebut saja editor novel. Karna itu, aku mengaguminya. Karna aku suka novel.

Akhirnya, setelah telepon pertamanya tersebut, dia cerita banyak tentang kerjaanya. Bahkan tentang pribadinya. Umurnya yang lumayan semakin menipis tersebut yang ia sesali. Karna kesibukan sebagai editor yang sering kali menganggap sepele masalah asmaranya. Diumur yang sudah 27 tahun ini dia masih sendiri. Beda 4 tahun dari ku lah. Ya, dia selalu dipaksa oleh Bundanya yang ingin menimang cucu darinya. Hal itu yang sering resah kan dikala mengingat umurnya yang semakin bertambah tua.

Waktu terus berjalan, sudah hampir 1 tahun kami berkelana melalui telepon. Aku yang kemarin telah lulus dari kuliah ku yang sedikit menghabiskan seluruh khayalanku untuk membuat seni dalam setiap kata-kata yang ku khayalan itu. Sederet ucapan selamat telah mengalir lewat apapun yang ku punya. Entah itu sms, telepon bahkan teman dunia maya ku. Tapi ucapan darinya belum juga ada. Hanya dari dia ucapan yang saat ini ku tunggu.

"Hallo, Na. Selamat ya atas kelulusan mu kemarin. Maaf, aku baru ngucapin. Sibuk banget nih." katanya dengan segenggam alasan yang sering diucapkan.
"Iya, tidak apa-apa." kataku agak jutek.
"Nanti malam aku jemput ya. Kita dinner, tapi berdua aja.." tawarnya. Sejak pertemuan pertama kita disalah satu pusat perbelanjaan dipusat Ibukota aku dan dia bercengkrama. Bahkan Jeje pun demikian. Karna sewaktu itu aku mengajaknya. Pertemuan kedua, ketiga, keempat. Dan berarti ini pertemuan kami yang kelima. Tanpa Jeje, hanya berdua. Mengapa?
"Oke. Jemput aku jam7 ya." kataku dan mengakhiri kata dengan menutup salam.

***

Karna malam ini kami hanya berduaan saja. Aku harus berdandan cukup menarik. Agar dia tak malu membawaku dalam acaranya. Tepat sudah pukul 7 malam. Tin..tin..tin.. Terdengar suara klakson mobil menggema hingga kucing kesayanganku yang sedari tadi sedang tertidur jadi bangun dibuatnya. Terakhir, kusemprotkan minyak wangi secukupnya. Cus! Aku langsung keluar menemuinya.

Dengan memakai dress sedikit diatas lutut berwarna biru jeans ku berdiri tegap di hadapan nya yang sedari tadi melihat ku tak kedipan mata. "Cantik kamu, Na." katanya memujiku. "Terima kasih," langsung saja aku dituntun olehnya menuju mobil yang telah membawaku ke dalam sebuah tempat yang menawan. Diatap gedung tinggi.

"Katanya mau dinner, kok malah kesini sih. Aku kan sudah lapar," kataku cerewet. Yang benar saja, disaat aku menahan nafsuku untuk makan malah tempat seperti ini yang ku dapat. "Jangan sedih dong, Na. Ada saatnya kita makan. Tapi nanti ya," jawabnya manis. "Terus mau ngapain sekarang? Jangan bilang mau bunuh diri lagi gara-gara terus dipaksa bunda untuk cepat menik.." mulut ku diadukan dengan jari telunjuknya. "Kamu cerewet banget sih. Iya aku mau bunuh diri, kalo kamu enggak terima aku nancep dihati kamu!" Serunya sembari memberi kode kepada seseorang. Dan cling! Romantisnya. "Apa-apaan sih, Mas? Maksud?" aku menaikan bahuku menanyakan semua yang sedang terjadi.

"Iya, aku berdiri disini. Dengan seluruh alam saksinya. Dengan keteguhan hatiku, aku mencintaimu, Na. Pertama bertemu, jam ini, menit ini, hingga detik ini. Maukah kamu menjadi seorang Ibu dari anak-anak ku nanti?"

Pertanyaan itu membelenggu relung jiwaku. Mata ini mulai panas kembali. Aku tak kuat. Dengan seadaanya keberanian, aku menangis dipelukan nya."Kenapa, Na? Kamu tak mau?" tanyanya khawatir. "Bukan itu, Mas. Tapi ini terlalu romantis buat aku. Aku menangis penuh kebahagian. Aku mau jadi calon pendampingmu, Mas." Dengan sekuat tenaga, dia menggendongku dan memutari tubuhku seperti bak anak kecil. Dia mengecup keningku dan melingkarkan sebuah cincin dijemari termanisku. Dan kami mengatakan janji bahwa kami saling mencintai. Dan akan kami jaga cinta ini.