Sore yang sunyi ini, ku sendiri. Yap, memang sudah kebiasaanku sendiri tak ada yang menemani. Hanya sederet buku-buku yang selalu kubawa setiap saatnya.
Rintik hujan akan mengguyurkan bumi kembali, setelah sudah berminggu-minggu ia berjatuhan menemani diri ini. Tepat saat aku menampakkan langkah untuk pulang ke rumah gubuk ku. Air bumi pun tumpah. Aku memang suka hujan. Sangat suka. Air yang turun dapat memancarkan kedamaian dalam hidup.
Aku melangkah menjauh dari toko buku yang sering ku jelajahi nauangan nya. Setiap siang hingga senja seperti ini keseharian ku lewati. "Sosok pria yang tak terlalu tampan namun manis dengan lensa dimatanya." Begitu kata seorang yang telah meninggalkan ku untuk selamanya. Iya, dia sahabat kecil ku. Namanya Geya. Dia meninggalkan ku karena kecelakaan motor yang merenggut nyawanya. Dia baik, perhatian dan pokoknya semua sifat positif ada dalam dirinya.
Dua tahun yang lalu. Iya, Geya meninggalkan ku dua tahun yang lalu saat Ayah nya menikah lagi. Aku simpati dengan keluarganya. Padahal, dia baik. Sungguh baik. Tapi kebaikan tidak pada orang tuanya. Ayah yang seorang pemimpin perusahaan membuat dia beliau menjadi seorang yang sering pulang pagi. Entah sebutan apa untuk Ayah yang seperti itu. Sampai Geya kesal. Dan dia sangat marah saat itu. Kecelakaan yang dia alami dikarenakan nya.
Oke, balik ke diriku.
Aku seorang pria yang hanya mempunyai bakat kecerdasaan. Kecerdasaan ini yang membuat aku diterima disalah satu Universitas jauh dari negara ku dilahirkan. Iya, aku seorang mahasiswa dari Universitas Harvard. Universitas swasta yang berlokasikan di Cambridge, Massachusetts, United States. Aku tak meduga. Awalnya aku hanya mencoba-coba mengisi berbagai macam kotak-kotak yang telah disediakan dalam suatu website yang aku kunjungi. Dan selesai ku isi lengkap dan memberikan persyaratan apa saja yang harus diserahkan.
Rasanya aku seperti sehelai kapas. Aku bisa terbang jika ditiup angin. Dengan raga yang masih dibawa alam sadarku. Aku berteriak sedemikian kencang. "Terima kasih, yaAllah. Kubersyukur kepadamu," kataku dan langusung ku bersujud dengan sepenuh hati kepada sang pencipta yang telah meridhoi sesuatu yang setidaknya diinginkan oleh umatnya.
Dan seperti ini aku sekarang, seorang mahasiswa dengan ahli dalam ilmu sosial. Aku tinggal sendiri dengan segubuk apartement yang ku sewa dengan dibantu oleh perusahaan yang memperkerjakanku.
Kudongkakkan kepalaku ke langit. Berterima kasih kepada sang khalik dari seluruh isi dunia. Iya, hujan yang membasahi bumi tempat ku berpijak telah berhenti. Ku berjalan pelan sembari hati-hati terhadap air bening yang telah menggenang, ya seperti air mataku yang terbiasa merindukan sosok bidadari kecil ku yang menggenang di daerah pelupuk mata agak sipit ini
Saat dingin menusuk kelabu seperti ini, biasanya aku mengenang dia kembali. Mengenang saat-saat terindah kita. Seperti saat kita hujan-hujan kayak yang sedang ku lakukan sendiri tanpamu. Ada segengam guratan wajahmu dalam genang air yang pada saat ini, ku langkahi. Ya, wajah imut dengan poni agak sedikit menutupi mata indah mu. Senyum yang kau berikan, yang selalu kau lambungkan itu mampu meyakinkanku kalau kau baik-baik disana. Dan hanya segulat rasa rindu yang dapat ku petik saat ini.
Aku sedikit lelah untuk menelusuri setiap jalan-jalan yang ku lewati saat ini. Disaat senja ini, pasti ruang lingkup jalan dipenuhi oleh segrombrolan orang yang terburu-buru untuk sampai ke rumahnya masing-masing. Mengapa harus terburu-buru? Apakah rumahnya akan hilang jika terburu-buru seperti itu?
Ku langkahkan kaki ku untuk terus menulusuri jalanan yang sudah dihuni oleh umat manusia yang tinggi seperti itu. Perlahan tapi pasti. Saat aku ingin berbelok kearah perumahan--yang termasuk jalur alternatif ketika aku kehabisan ongkos untuk pulang--aku melihat sebuah kios. Tapi, seperti sebuah kios baru. Iya, karna memang aku baru melihatnya. Ku hampiri kios tersebut. Tak sengaja ku lihat plang yang membuat ku mendongkak kaget. "Florist-Penjual Kenangan" Bukan terkejut karena tulisan tersebut Bahasa Indonesia tapi dengan 'Penjual Kenangan'-nya tersebut.
"Want to buy flower?" Tanya penjual bunga tersebut. Subhanallah.. Cantiknya. Di negara yang kritis dengan agama Islam ternyata ada juga wanita cantik dengan balutan jilbab bermotif bunga yang menutupi kepalanya yang kecil. "No. I just wanted to ask, what is the purpose of "Penjual Kenangan"?" Aku menjawab dengan sebuah pertanyaan juga. Dia agak sedikit bingung dengan pertanyaanku. Mungkin, dia berfikir.. 'Kenapa ada orang yang bertanya bukan dengan apa yang dia jual, tetapi malah bertanya tentang nama kios yang digelarnya'. Ah noprob! Just think. Batinku.
Dia beringsut meninggalkan ku ke dalam kios nya. Ada perasaan yang sedikit mengganjal dalam benak ku. Entah perasaan apa. Tapi, jika dilihat-lihat wanita ini mirip dengan Geya--sahabat kecilku dulu--tanpa jilbabnya.
Akhirnya, aku berfikir untuk kembali lagi esok hari. Setelah pulang kuliah. Dan ku lanjutkan berjalan agak dipercepat karna aku sedikit telat untuk sampai rumah.
***
Senja telah melewati tugasnya untuk memperindah bumi dengan matahari yang telah ditelan oleh bumi yang semakin hari semakin padat penduduknya. Tepat kudengar adzan maghrib menggema melalui telepon genggamku, aku telah sampai depan kamar apartement. Dengan lunglai, berbegegas ku memasuki kamar mandi, lalu ku tunaikan sholat maghrib kewajibanku.
Didalam sujudku, aku meminta kepada-Nya agar diberikan nafas yang panjang agar aku dapat selalu melihat indahnya dunia yang sedang ku sewa saat ini menuju pintu akheratnya. Dan tak lupa selalu ku doakan orang tua yang selama ini menuntun langkah hidupku menuju kebaikan. Tapi, tiba-tiba aku tersontak karna aku mengucapkan seseorang yang akan kujadikan tuntunan imamku. Entah apa maksudnya itu. Akupun tak mengerti.
Senja telah berganti malam. Ku lihat bulan sabit telah mentereng di langit gelap itu. Terima kasih ya Allah, ciptaan mu sungguh indah. Aku berbicara dalam hati mensyukuri nikmat yang diberikan-Nya. Tapi, bulan itu tidak sendiri. Ia ditemani oleh sebuang bintang yang paling menawan bertengger disampingnya. Romantis. Bulan dan bintang saja berpasangan. Kok aku tidak?
"Ah! Apasih..." kataku sembari mengibaskan tangan ke udara. Aku melupakan perkataan ku yang membuat ku berfikir panjang dan langsung bergegas ke dapur. Kubuat kopi hangat tuk menemani dingin nya udara negara Amerika nan megah ini dicampuri sedikit caramel di dalam nya. "hmm, wangi sekali.." ku seruput kopi tersebut dan tanpa ku sadari telepon genggam ku bergetar lama di atas bufet tempat aku menaruhnya.
"Hallo.."
"..."
"What is it?"
"..."
"Oh. Yeah, I'll be there"
Klik. Telepon pun terputus. Baru saja ku mendapatkan sebuah panggilan. Sepertinya sedikit penting. Karna ini terdapat pada pekerjaanku. Iya, aku kerja dibagian sebuah kantor penting dari negara Amerika ini. Memang, aku bekerja jika diperlukan saja. Entah mengapa begitu? Aneh kan? Aku yang melaksanakan saja terlihat aneh.
Ku ambil jaket ku yang ku gantung di belakang pintu apartement. Dan langsung mendarat menuju kantor tempatku bekerja. Untung saja, aku masih memakai celana bahan yang belum ku ganti tadi.
Setelah sampai kantor, ku tanya Dave yang tadi menelpon ku. "What's wrong?" tanyaku. Nasib Dave sama denganku. Bedanya, asal dia bukan Indonesia melainkan Turki. "It's just that, emm.. there is someone who is looking for you." Katanya demikian. Aku kesal dengan nya, ku kira ada sesuatu pekerjaan yang salah pada diriku. "Who?" tanyaku kembali. "Aku," ku lihat seorang wanita yang berada dibelakang Dave yang bertubuh besar itu. "Orang Indonesia?" tanyaku kepada wanita yang berambut panjang bak seorang artis tersebut. Kalau dilihat wajahnya seperti Bunga. Iya, BCL tapi versi agak bule.
"Asli Indonesia. Tapi menetap di Amerika," Ucapnya sembari duduk yang disediakan di depan receptionist megah ini. "Lantas, ada apa?" tanyaku langsung. Karna hari ini aku tampak lelah. Lelah berlarian dalam fikiran-fikiran yang akhir-akhir menggangguku. "Tidak apa-apa. Hanya ingin kenal." Katanya enteng. Astagfirulloh... Dengan cepat aku kemari. Hanya ini yang ku dapatkan. "Oke. Ini kartu namaku. Maaf, jika tidak keperluan lagi. Aku ingin segera pulang," kataku dan langsung saja pergi meninggalkan. Untung saja, ku dapati taxi yang setia di depan kantor. "Oke. Terima kasih, Re-Mi..." dan aku hanya melambaikan tangan.
***
Ku dengar alarm telepon genggamku berbunyi nyaring. Dan ku terbangun dari indahnya mimpi yang ku lewati saat aku tak sadar seperti ini. "Duh, cepet banget sih paginya. Mimpinya berhenti deh.." aku menggerutu sendiri.
Ku lewati lorong sempit nan gelap ini untuk menuntun jalan ku ke arah dapur. Ya, kebiasaanku kalau setelah bangun tidur. Entah mimpi-mimpi yang ku lewati selalu mengambil jatah air dalam tubuhku ini.
Matahari telah menyapa manusia dibumi dengan sinarnya yang menggema dipelantaran langit Amerika ini. Sudah pukul 8 pagi, setelah sarapan aku langsung bergegas menuju tempat perkulihan. tempat dimana aku meraih mimpi ku.
Telah sampai aku disebuah gedung bertingkat nan tinggi ini. sudah banyak beragam pasang mata yang telah datang menghampiri gedung ini. "Hai, Remi?" Terdengar suara seorang menyapaku.
No comments:
Post a Comment